Saturday, March 3, 2007
set our hearts on fire...
This is one of my joy... my dear hubby! :-)
Biarpun kadang-kadang diwarnai dengan kesel dan ngomel2.
But being beside him... feels like... I'm home.
Kadang suka berasa ngga betah di rumah, karena rumah sedang di renov sana-sini (kayak sekarang heheheheh...), tapi tetep aja ini rumah tempat berteduh.
Tempat gw tahu, gw bisa ngapain aja dengan bebasnya, ngga perlu jaim, bahkan kadang bisa jadi the worst of me hehehehe...
it will be a long journey with him... (haha... it will take a whole life with this man...!)
and yes... he's... one of my surprises in life!
Thursday, March 1, 2007
Idealisme vs Reality
Di usia ke 34 tahun ini, saya memasuki satu lagi tahap 'panic age' in my life.
Seorang wanita biasa memiliki beberapa kali tahap panic age dalam kehidupannya.
Panic age... belum punya pacar.
Panic age... belum menikah.
Panic age... belum punya-punya momongan.
Dan sekali lagi... sekolah hidupku mengajarkan sekali lagi lewat 'kepanic age'an ku...
Usia 34 di dunia kedokteran sepertinya adalah usia-usia 'akhir' karier pendidikan di dunia kedokteran.
Karena pendidikan spesialis mempunyai persyaratan usia 35 sebagai usia maksimal boleh mengambil pendidikan. Setelah usia 35 masih boleh sih, tetapi namanya kelas extension yang mahalnya ajubilahhhh... (yang biasa aja biayanya juga ud selangit....)
Menghadapi keadaan ini membuat hati ini merasa resah. Serasa tidak menggunakan waktu di hidupku dengan sebaik mungkin.
tetapi sekali lagi... idealisme vs realita berkecamuk.
Kadang kita mengkambing-hitamkan realita kehidupan sebagai suatu alasan untuk memperdamaikan idelalisme kita. Tetapi buat saya pribadi, idealisme tidak sepatutnya luntur karena realita.
Banyak sekali kondisi dalam pekerjaan saya dulu di dunia farmasi dan sekarang di dunia kedokteran yang membuat hati ini tergoda untuk menurunkan standart idealisme dengan realita yang ada.
Tapi rasanya berhadapan dengan berharganya kehidupan di setiap pasien-pasien yang saya hadapi, membuat saya belajar sekali lagi... setiap harga yang harus di bayar lewat idealisme yang ada, layak diperjuangkan.
Panic age yang saya ceritakan di atas juga kembali membuat saya sempat menyesalkan keputusan saya untuk menikah. Biarpun saya dikaruniai suami yang luar biasa mendukung setiap keputusan positif saya... (dasar manusia... ngga ada habisnya heheheh...)
Tetapi kembali... realita seakan berbenturan dengan idealisme yang ada. Dua idealisme yang berbenturan dan seakan tak berujung.
Satu sisi rasanya ingin sekolah lagi, sisi lain tampaknya akan menjadi salib yang berat untuk menyelaraskan kehidupan pernikahan dengan semua aktifitasnya.
tetapi satu hal yang pasti... sekolah hidup mengajarkan kepada saya... untuk belajar berdamai tanpa harus mengorbankan idealisme yang ada. Karena pilihan-pilihan harus dibuat, dan konsekwensi menyertai setiap keputusan atas pilihan yang saya buat.
Kalaupun saya harus memilih... saya ingin belajar berdamai dengan setiap keputusan yang saya buat, dan tidak membuat kepanikan mengendalikan saya.
Sekali lagi sekolah kehidupan mengajarkan saya, untuk belajar menjadi wanita yang bijaksana.
apapun keputusan saya (yang belum saya putuskan juga sampai hari ini heheheheh...), saya tahu saya harus berdamai dengan semuanya itu.
Tuhan menghantarkan saya kepada setiap pilihan-pilihan yang menanti kehendak bebas saya. Saya tahu... apapun keputusan saya... Ia selalu ada bersama saya.
Idealisme vs reality...? hhhhmmmm...
mungkin sekarang bisa menjadi idealisme cs reality.
Dan sekali lagi... inilah kehidupanku... yang penuh dengan surprises... :-)
Seorang wanita biasa memiliki beberapa kali tahap panic age dalam kehidupannya.
Panic age... belum punya pacar.
Panic age... belum menikah.
Panic age... belum punya-punya momongan.
Dan sekali lagi... sekolah hidupku mengajarkan sekali lagi lewat 'kepanic age'an ku...
Usia 34 di dunia kedokteran sepertinya adalah usia-usia 'akhir' karier pendidikan di dunia kedokteran.
Karena pendidikan spesialis mempunyai persyaratan usia 35 sebagai usia maksimal boleh mengambil pendidikan. Setelah usia 35 masih boleh sih, tetapi namanya kelas extension yang mahalnya ajubilahhhh... (yang biasa aja biayanya juga ud selangit....)
Menghadapi keadaan ini membuat hati ini merasa resah. Serasa tidak menggunakan waktu di hidupku dengan sebaik mungkin.
tetapi sekali lagi... idealisme vs realita berkecamuk.
Kadang kita mengkambing-hitamkan realita kehidupan sebagai suatu alasan untuk memperdamaikan idelalisme kita. Tetapi buat saya pribadi, idealisme tidak sepatutnya luntur karena realita.
Banyak sekali kondisi dalam pekerjaan saya dulu di dunia farmasi dan sekarang di dunia kedokteran yang membuat hati ini tergoda untuk menurunkan standart idealisme dengan realita yang ada.
Tapi rasanya berhadapan dengan berharganya kehidupan di setiap pasien-pasien yang saya hadapi, membuat saya belajar sekali lagi... setiap harga yang harus di bayar lewat idealisme yang ada, layak diperjuangkan.
Panic age yang saya ceritakan di atas juga kembali membuat saya sempat menyesalkan keputusan saya untuk menikah. Biarpun saya dikaruniai suami yang luar biasa mendukung setiap keputusan positif saya... (dasar manusia... ngga ada habisnya heheheh...)
Tetapi kembali... realita seakan berbenturan dengan idealisme yang ada. Dua idealisme yang berbenturan dan seakan tak berujung.
Satu sisi rasanya ingin sekolah lagi, sisi lain tampaknya akan menjadi salib yang berat untuk menyelaraskan kehidupan pernikahan dengan semua aktifitasnya.
tetapi satu hal yang pasti... sekolah hidup mengajarkan kepada saya... untuk belajar berdamai tanpa harus mengorbankan idealisme yang ada. Karena pilihan-pilihan harus dibuat, dan konsekwensi menyertai setiap keputusan atas pilihan yang saya buat.
Kalaupun saya harus memilih... saya ingin belajar berdamai dengan setiap keputusan yang saya buat, dan tidak membuat kepanikan mengendalikan saya.
Sekali lagi sekolah kehidupan mengajarkan saya, untuk belajar menjadi wanita yang bijaksana.
apapun keputusan saya (yang belum saya putuskan juga sampai hari ini heheheheh...), saya tahu saya harus berdamai dengan semuanya itu.
Tuhan menghantarkan saya kepada setiap pilihan-pilihan yang menanti kehendak bebas saya. Saya tahu... apapun keputusan saya... Ia selalu ada bersama saya.
Idealisme vs reality...? hhhhmmmm...
mungkin sekarang bisa menjadi idealisme cs reality.
Dan sekali lagi... inilah kehidupanku... yang penuh dengan surprises... :-)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Quotes by Women who inspire my life.
"My philosophy is that not only are you responsible for your life, but doing the best at this moment puts you in the best place for the next moment." (by Oprah Winfrey)
"Hidup benar di hadapan Tuhan. Percayalah... apa yang kau buat pasti berhasil!"
(by my mom)
"Spread love everywhere you go: first of all in your own house. Give love to your children, to your wife or husband, to a next door neighbor. Let no one ever come to you without leaving better and happier. Be the living expression of God's kindness; kindness in your face, kindness in your eyes, kindness in your smile, kindness in your warm greeting."
(by Mother Teresa)
"Hidup benar di hadapan Tuhan. Percayalah... apa yang kau buat pasti berhasil!"
(by my mom)
"Spread love everywhere you go: first of all in your own house. Give love to your children, to your wife or husband, to a next door neighbor. Let no one ever come to you without leaving better and happier. Be the living expression of God's kindness; kindness in your face, kindness in your eyes, kindness in your smile, kindness in your warm greeting."
(by Mother Teresa)